WELCOME

SELAMAT DATANG

Tuesday, February 5, 2013

Anjing

Well, saya menulis artikel ini karena
banyak sekali pesan-pesan yang tertuju
pada saya baik lisan, atau tulisandi
facebook mengenai anjingbanyak orang-
orang muslim yang menunjukan
antipatinya terhadap binatang berhati
mulia ini, anjing. Ya kenapa? Ada yang
bilang anjing itu haram, betul kalau itu
dagingnya kita makan. Ada yang bilang
liurnya najis, ya najis kan bisa
dibersihkan toh? liur anjing diberi
hukuman najis ketika menjilat bejana
bukan menjilat anggota tubuh ataupun
bukan menjilat pakaian dll, dan itu ada
dalam hadist.
Dalam Al-Qur’an surat Al-An’am
berbunyi :
Wamaa min daabbatin fii l-ardhi walaa
thaa-irin yathiiru bijanaahayhi illaa
umamun amtsaalukum maa farrathnaa
fii lkitaabi min syay-in tsumma ilaa
rabbihim yuhsyaruun
[6:38] Dan tiadalah binatang-binatang
yang ada di bumi dan burung-burung
yang terbang dengan kedua sayapnya,
melainkan umat (juga) seperti kamu.
Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam
Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah
mereka dihimpunkan. (Al-Qur’an surat Al
An’am ayat 38)
ALLAH juga seperti yang tertulis dalam
Al-Qur’an surat Al An’am ayat 38 tsb
Lalu ada lagi pembahasan mengenai liur
anjing. Seperti yang saya sebutkan tadi
diatas pada awal tulisan ini, liur anjing
dihukumi najis ketika menjilat wadah /
Bejana, nih dalilnya :
ﻃُﻬُﻮﺭُ ﺇِﻧَﺎﺀِ ﺃَﺣَﺪِﻛُﻢْ ﺇِﺫَﺍ ﻭَﻟَﻎَ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟْﻜَﻠْﺐُ ﺃَﻥْ ﻳَﻐْﺴِﻠَﻪُ
ﺳَﺒْﻊَ ﻣَﺮَّﺍﺕٍ ﺃُﻭﻻَﻫُﻦَّ ﺑِﺎﻟﺘُّﺮَﺍﺏِ
“Sucinya bejana di antara kalian yaitu
apabila anjing menjilatnya adalah dengan
dicuci tujuh kali dan awalnya dengan
tanah.” (HR. Muslim no. 279)
Dalam hadist lain dikatakan...
ﺇِﺫَﺍ ﻭَﻟَﻎَ ﺍﻟْﻜَﻠْﺐُ
“Apabila anjing menjilat (bejana).” (HR.
Muslim no. 279)
Ada hadist lain mengatakan hal yang
serupa...
ﺇِﺫَﺍ ﻭَﻟَﻎَ ﺍﻟْﻜَﻠْﺐُ ﻓِﻰ ﺍﻹِﻧَﺎﺀِ ﻓَﺎﻏْﺴِﻠُﻮﻩُ ﺳَﺒْﻊَ ﻣَﺮَّﺍﺕٍ
ﻭَﻋَﻔِّﺮُﻭﻩُ ﺍﻟﺜَّﺎﻣِﻨَﺔَ ﻓِﻰ ﺍﻟﺘُّﺮَﺍﺏِ
“Jika anjing menjilat (walagho) di salah
satu bejana kalian, cucilah sebanyak
tujuh kali dan gosoklah yang kedelapan
dengan tanah (debu)” (HR. Muslim no.
280).
Penjelasannya menurut saya adalah,
Rasulullah SAW mengajarkan pada kita
bagaimana tata cara kita sebagai mahluk
yang mulia dalam berinteraksi dengan
anjing. Anjing ya anjing, tidak boleh dia
makan dari wadah/bejana milik kita,
apapun binatang tersebut saya kira
sangat tidak baik jika binatang makan/
minum dari wadah/bejana yang kita
gunakan sehari-hari
Well, Kita boleh kok memakan hasil
buruan anjing. Gak haram walaupun
anjing menggunakan mulutnya untuk
berburu. Hal ini terdapat dalam Al-
Qur’an surat Al-Maidah ayat 4 dimana
surat tersebut berbunyi :
Mereka menanyakan kepadamu:
"Apakah yang dihalalkan bagi mereka?".
Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang
baik-baik dan (buruan yang ditangkap)
oleh binatang buas yang telah kamu ajar
dengan melatihnya untuk berburu; kamu
mengajarnya menurut apa yang telah
diajarkan Allah kepadamu [399]. Maka
makanlah dari apa yang ditangkapnya
untukmu [400], dan sebutlah nama Allah
atas binatang buas itu (waktu
melepaskannya) [401]. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat
cepat hisab-Nya.
Hal tersebut diperkuat lagi dengan bunyi
hadist Rasulullah SAW :
Hadits Muslim 3562
Jika kamu melepas anjing buruanmu
setelah menyebut nama Allah, maka
makanlah buruan tersebut, selagi anjing
buruanmu tak memakannya. Dan telah
menceritakan kepadaku Yahya bin Ayyub
telah menceritakan kepada kami Ibnu
'Ulayyah berkata; & telah mengabarkan
kepadaku, Syu'bah dari Abdullah bin Abu
As Safar berkata; saya telah mendengar
Asy Sya'bi berkata; saya mendengar dari
'Adi bin Hatim berkata; saya bertanya
kepada Rasulullah tentang mi'radl, lalu
menyebutkan sama di atas. Dan telah
menceritakan kepadaku Abu Bakar bin
Nafi' Al 'Abdi telah menceritakan kepada
kami Ghundar telah menceritakan
kepada kami Syu'bah telah menceritakan
kepada kami.
Lalu mengenai bulu anjing yang basah
yang katanya dihukumi najis ketika kita
bersentuhan dengan bulu anjing yang
basah, apabila bulu anjing yang basah
dan mengenai pakaian seseorang, maka
tidak ada kewajiban baginya untuk
bersuci sebagaimana hal ini adalah
pendapat mayoritas pakar fiqih yaitu
Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan
salah satu dari dua pendapat Imam
Ahmad.
Dinyatakan demikian karena hukum asal
segala sesuatu adalah suci. Tidak boleh
seseorang menajiskan atau
mengharamkan sesuatu kecuali jika
terdapat dalil yang mendukungnya
karena Allah Ta’ala berfirman,:
ﻭَﻗَﺪْ ﻓَﺼَّﻞَ ﻟَﻜُﻢْ ﻣَﺎ ﺣَﺮَّﻡَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺎ ﺍﺿْﻄُﺮِﺭْﺗُﻢْ
ﺇِﻟَﻴْﻪِ
“Padahal sesungguhnya Allah telah
menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa
yang terpaksa kamu memakannya.” (QS.
Al An’am [6] : 119)
Agama Islam adalah agama kasih sayang,
perdamaian dan humanis. Oleh sebab
itu, maka syari'at islam memiliki tujuan
tujuan (maqosid as-syari'ah) yang harus
dijaga dan dipenuhi. Tujuan tujuan itu
adalah:
Menjaga agama (hifzu al-dien)
Menjaga akal (hifzu al-aqlu)
Menjaga kehidupan (hifzu al-nafs)
Menjaga generasi (hifzu al-nasl)
Menjaga kehormatan (hifzu al-'irdh)
Tujuan-tujuan inilah yang menjadi
barometer di dalam hukum halal, haram,
makruh (dibenci), dan mubah (boleh)
dan lain-lain. Sehingga bila ada
perbuatan yang akibatnya dapat merusak
salah satu tujuan dari 5 tujuan tersebut,
maka hukumnya haram. Contoh:
meminum minuman keras atau
'ngedrugs' itu hukumnya jelas haram.
Alasannya, perbuatan itu bisa merusak
akal, yang mana ini sangat bertentangan
dengan tujuan syari'at yang nomor dua
yaitu penjagaan akal (hifzu al-'aql).
Begitu juga sebaliknya.
Dalam hadist mengenai hukum najisnya
liur anjing jika menjilat bejana Pertama:
Kata “ ﺇِﺫَﺍ ” (jika) merupakan kata bantu
dalam kalimat syarat. Yang bisa
dipahami dari kalimat ini adalah jika
anjing minum dari bejana atau menjilat,
maka hendaklah bejana tersebut dicuci 7
kali. Selain dari meminum atau menjilat
tidaklah disebutkan dalam hadits di atas,
maka tidak wajib mencuci tujuh kali.
Seandainya anjing tersebut hanya
meletakkan tangannya di bejana atau
mencelupkan tangan di air dan tidak
meminumnya, maka tidak wajib mencuci
bejana tersebut tujuh kali. Karena
syariba (meminum) adalah dengan
menghirup air dan walagho (menjilat)
adalah dengan memasukkan lidah ke
dalam air. Termasuk pula jika air liur
anjing jatuh di sesuatu yang bukan zat
cair, tidak pula diwajibkan mencuci tujuh
kali.
Kedua: Mencuci bejana tujuh kali di atas
hanya berlaku untuk anjing saja, tidak
untuk babi atau binatang lainnya. Tidak
berlaku qiyas dalam hal ini karena kita
sendiri tidak diberitahukan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam kenapa
bejana harus dicuci ketika dijilat anjing.
Ketiga: Wajib mencuci bejana seperti
piring, gelas, dan ember yang telah dijilat
anjing dan pencuciannya sebanyak tujuh
kali. Karena dalam hadits di atas
digunakan kata perintah “ ﻓَﻠْﻴَﻐْﺴِﻠْﻪُ ”, yang
bermakna “cucilah”, bermakna wajib.
Inilah yang menjadi pendapat jumhur
ulama, yaitu Syafi’iyah, Hambali dan
Hanafiyah.
Keempat: Dalam hadits di atas
disebutkan “ ﺃُﻭﻻَﻫُﻦَّ ﺑِﺎﻟﺘُّﺮَﺍﺏِ ”, yang awal
dengan tanah. Dalam riwayat Abu
Hurairah disebutkan “ ﺇِﺣْﺪَﺍﻫُﻦَّ ﺑِﺎﻟﺘُّﺮَﺍﺏِ ”,
salah satunya dengan tanah. Pada
riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah
disebutkan “ ﺃُﻭﻻَﻫُﻦَّ ﺃَﻭْ ﺃُﺧْﺮَﺍﻫُﻦَّ ﺑِﺎﻟﺘُّﺮَﺍﺏِ ”, yang
awal atau terakhir dengan tanah.
Syaikhuna –guru kami- Dr. Sa’ad bin
Nashir Asy Syitsri menyatakan,
“Pernyataan hadits dengan pertama atau
kedua, itu bukanlah keharusan, hanya
pilihan. Karena jika ada lafazh mutlak
yang di tempat lain disebutkan dua sifat
berbeda (yaitu disebut pertama atau
terakhir), maka lafazh tersebut tidak
terkait dengan dua sifat tersebut. …. Jadi
boleh saja pencucian dengan tanah itu
dilakukan di awal, atau pada pencucian
kedua, atau terakhir.”
Kelima: Dalam riwayat lain disebutkan
“ ﻭَﻋَﻔِّﺮُﻭﻩُ ﺍﻟﺜَّﺎﻣِﻨَﺔَ ﻓِﻰ ﺍﻟﺘُّﺮَﺍﺏِ ”, cucilah
sebanyak tujuh kali dan gosoklah yang
kedelapan dengan tanah (debu). Yang
dimaksud di sini adalah salah satu cucian
bisa dengan campuran tanah dan air.
Jika kita pisah campuran tersebut, maka
jadinya tanah dan air itu sendiri-sendiri.
Sehingga jadi delapan cucian, padahal
yang ada hanyalah tujuh.
Keenam: Apakah pencucian di sini hanya
dibatasi dengan turob atau debu? Ulama
Hambali menyatakan boleh
menggunakan sabun atau shampoo
sebab tujuannya untuk membersihkan
dan sabun semisal dengan debu bahkan
lebih bersih nantinya dari debu.
Sedangkan ulama lainnya berpendapat
hanya boleh dengan debu atau tanah
karena tidak diketahui ‘illah (sebab)
mengapa dengan tanah.
Ketujuh: Kita tahu di sini bahwa anjing
menjilat bejana yang ada airnya. Dan kita
diperintahkan untuk mencuci bejana
tersebut dan itu berarti airnya dibuang.
Di sini dapat dipahami bahwa air
tersebut sudah tidak suci lagi. Padahal
jilatan anjing belum tentu merubah
keadaan air walau itu sedikit. Namun
tetap mesti dibuang. Menurut Syaikh Asy
Syitsri, hal ini berlaku untuk masalah
jilatan anjing saja. Sedangkan untuk
masalah lainnya jika ada najis yang jatuh
pada air yang sedikit –kurang dari dua
qullah (200 liter)-, maka tidak berlaku
demikian. Namun dikembalikan kepada
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya air itu suci, tidak ada
yang dapat menajiskannya.” (HR.
Tirmidzi, Abu Daud, An Nasa’i, Ahmad.
Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al
Albani dalam Misykatul Mashobih no.
478). Artinya, jika air itu –sedikit atau
banyak- berubah rasa, bau atau
warnanya karena najis, barulah air
tersebut dihukumi najis. Jika tidak, maka
tetap suci.
Jadi apa yang menghalangi umat muslim
untuk memelihara anjing? Semua sudah
ada faktanya, sudah kita lihat
kebenarannya dari dalil-dalil yang ada.
Anjing boleh koq dipelihara dengan suatu
keperluan. Bisa sebagai anjing penjaga
(guard dog) sebagai alarm anti maling
karena anjing tidur tidak senyenyak
manusia. Dia akan bereaksi jika ada
sesuatu yang asing masuk ke rumah kita/
teritorialnya.

1 comment:

  1. Bloon ni yg bikin artikel, sekali haram karena dzatnya tetep haram... Nafsirkan hadist seenaknya aja...ngaji g sih lo??

    ReplyDelete